welcome to class muslim

Alhamdulillah...terpanjat bagi Allah SWT, yang selalu memberikan pengalaman hidup yang indah...
semoga itu juga terjadi padamu

Alhamdulillah...kata terindah bagi tiap hamba yang menyadari betapa besarnya karunia Allah padanya...
semoga itu juga yang kau katakan

Alhamdulillah...karena hingga sekarang kita masih diberi kesempatan oleh-Nya menikmati indahnya pengalaman yang direncanakan oleh-Nya

So..selamat menikmati hidup dengan segala amalan yang dapat kita persembahkan untuk-Nya
keep u'r smile to see u'r world

Sabtu, Mei 03, 2008

Karya-Karya Terpuji dari Balik Jeruji (2/3)

Sayyid Quthb menghasilkan Fii ZhilalilQur`an dari kamar penjara. Ibnu Taimiyah menghasilkan Majmu'ul Fatawa, Ibnu Haistam menghasilkan teori optik, HAMKA menghasilkan Tafsir Al-Azhar, serta Mohammad Natsir menghasilkan Kapita Selekta Da'wah.

Bagi para ulama dan pejuang yang istiqamah (berpendirian teguh) di jalan-Nya, penjara bukanlah penghalang yang membuat mereka surut ke belakang. Bahkan jika perlu, kematian pun akan mereka songsong, asalkan dengan jalan itu al-haq bisa ditegakkan. Mereka tak gentar menghadapi semua itu, sebab pada sisi mereka ada malaikat yang senantiasa membisikkan ketegaran ke dalam relung hati dan mengingatkan tentang kenikmatan surga yang sedang menanti mereka.

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Tuhan kami adalah Allah", kemudian ber-istiqamah, malaikat turun kepada mereka (seraya berkata), "Janganlah takut dan janganlah bersedih; dan bergembiralah dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (Fushshilat: 30).

Kalau dijebloskan dalam penjara, mereka akan bertekun diri dalam ibadah, mendekatkan diri kepada Allah, menekuni Al-Qur`an dan Al-Hadits, lalu menggoreskan penanya, lagi-lagi demi menegakkan yang haq dan menghancurkan yang bathil.

Di bawah ini adalah sebaris daftar dari sekian banyak pejuang-pejuang Islam yang telah menghasilkan karya-karya monumental dari balik jeruji.

Sayyid Quthb

Sepulangnya dari berkelana ke Amerika Serikat Inggris, Swiss, dan ltalia, Sayyid Quthb gundah. Pasalnya, negara tempat kelahirannya, Mesir, sudah berubah. Budaya sekuler asing begitu kental. Ini jelas akan merusak kepribadian kaum Muslim di sana.

Muncul keinginan Quthb untuk membebaskan Mesir dari pengaruh budaya asing yang tak bermoral. Ia bergabung dengan gerakan Al Ihkwan Al Muslimun yang menentang penjajahan Inggris dan mengajak masyarakat Muslim untuk kembali kepada Islam. Saat aktif itulah gerakan tersebut dinyatakan sebagai organisasi terlarang oleh pemerintah Inggris dan para aktivisnya ditangkapi, termasuk Quthb. Akhirnya pria kelahiran Muswa, sebuah kota kecil di provinsi Asyut, Mesir, pada 1903 ini dijebloskan ke balik jeruji besi.

Sejak bergabung dengan Ihkwanul Muslimin Qutb sering masuk keluar penjara. Terakhir ia ditangkap pemerintahan Gamal Abdul Naser bersama 6 kawannya setelah organisasinya dinyatakan terlarang. Ia ditangkap dalam keadaan sakit parah. Dalam perjalanan menuju penjara, ia disiksa dan dianiaya tak henti-hentinya. Sesampai di tahanan, seekor anjing dilepaskan untuk menggonggong dan menggigitnya. Penyiksaan terus berlanjut sampai sekitar tujuh jam.

Di penjara, Quthb harus menjalani kerja paksa selama 1 tahun. Namun di penjara pula ia membuat sebuah karya monumental. Tafsir Fi Zhilalil Qur`an, yang artinya Di Bawah Naungan Al-Qur`an, berhasil ia selesaikan. Tafsir ini terdiri atas beberapa jilid. Di masa selanjutnya, tafsir ini laris manis terjual di berbagai negara, termasuk Indonesia. Banyak yang menilai, karya Quthb ini sarat dengan nilai perjuangan.

Tafsir Fi Zhilalil Quran ini disebut-sebut sebagai the most remarkable works of prison literature ever produced. Quthb menghasilkan magnum opus itu sebelum akhirnya dia syahid di tiang gantungan. Selain kitab Fi Zhilal, dalam bui ini Quthb juga menghasilkan buku Ma'alim fith Thariq dan risalah kecil Mengapa Saya Dihukum Mati? (pernah diterbitkan oleh Mizan).

Fi Zhilalil Quran adalah suatu masterwork, demikian menurut Paul Berman yang menulis buku tentang Quthb. Kitab tafsir ini adalah karya raksasa yang ditulis hanya dengan mengandalkan daya hafal. Kondisi buruk dan penyiksaan dalam penjara tak menghalangi

Quthb untuk menulis. Pernah pada suatu saat, Quthb disekap dalam sebuah sel bersama 40 orang yang sebagian besar para kriminal. Tapi, dengan menyelundupkan kertas masuk dan keluar penjara, Quthb terus menulis.

Suatu hari, datang seorang utusan Gamal Abdul Nasser, penguasa Mesir pada masa itu, membawa tawaran menarik: pembebasan dan diberi jabatan tinggi dalam Kementerian Pendidikan Mesir, namun syaratnya harus membuat surat permohonan pengampunan.

Mendengar tawaran itu, Quthb mengatakan, ''Saya heran kepada orang-orang yang menyuruh saya memohon dan meminta belas kasihan kepada orang yang berbuat zhalim. Demi Allah,

kalau hanya dengan beberapa perkataan itu dapat menyelamatkan saya dari mati di tiang gantungan, sama sekali tidak akan saya lakukan. Dan saya rela menghadap Allah dengan keadaan kemesraan cinta kasih-Nya dan begitu pula cinta kasih-Nya pada saya.''

Setelah berulang kali dipenjara, akhirnya ia divonis hukuman mati. Pada hari Senin pagi, 29 Agustus 1966, Quthb menjalani hukuman gantung. Sebelum tali melingkar di lehernya, Quthb masih sempat berpesan, ''Saya tidak takut terhadap kematian yang sebentar lagi menjemput, karena saya telah berusaha sekuat tenaga. Terhadap kesalahan dan kealpaan saya, saya nyatakan maaf yang sebesar-besarnya. Adapun tentang hukuman dan siksa-Nya, saya tidak resah dan gelisah. Saya yakin hukuman itu tepat dan ganjaran itu adil, dan saya sudah terbiasa menanggung risiko terhadap apa yang saya lakukan, baik itu kebajikan ataupun keburukan. Dan saya sudah siap menanggung kesalahan saya di Yaumul Hisab.''

Ibnu Taimiyah

Penjara mungkin adalah ''kampung halaman kedua'' bagi Ibnu Taimiyah. Laki-laki yang lahir di Harran, sebuah negeri yang terletak antara Dajlah dan Euphrat, tanggal 22

Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661) ini berulang kali masuk bui. Namun, ia tak pernah jera.

Mengapa penjara seakan begitu akrab baginya? Tak lain karena sikapnya yang teguh memegang prinsip, Sikap ini membuat penguasa tak suka. Tentang sikap pongah penguasa ini, Taimiyah berujar, ''Bila mereka mengusirku, itulah rihlahku. Bila mereka

memenjarakanku, itulah khalwatku. Dan bila mereka membunuhku, itulah jalan syahadahku.''

Sultan Suriah adalah penguasa pertama yang menjebloskannya ke dalam penjara dengan berbagai tuduhan. Beberapa waktu kemudian ia dibebaskan.

Sultan Baibar Al-Jashankir, penguasa di Kairo, Mesir, adalah orang kedua yang menjebloskannya ke dalam bui. Tuduhannya, Taimiyah terlalu banyak mengkritik pandangan hidup para sufi. Bahkan Taimiyah sempat diasingkan ke Aleksandria dan dikenakan tahanan rumah. Tujuh bulan kemudian ia dibebaskan.

Tahun 1318, giliran Sultan Nasir Muhammad bin Qaawun, penguasa Mesir yang baru, menjebloskan Taimiyah. Tuduhannya, Taimiyah terlalu banyak mengeluarkan fatwa yang bertentangan dengan mazhab Hambali. Ia ditahan di sebuah benteng di Damaskus, selama lima bulan 18 hari. Ia bebas tanggal 9 Februari 1321.

Tahun 1326, Taimiyah kembali meringkuk di penjara karena fatwa-fatwanya tentang ziarah kubur. Ia ditahan bersama muridnya, termasuk ulama besar Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

Lantas, apakah penjara mengekang kreativitasnya? Tidak! Terbukti, dari balik jeruji besi itu tercipta Kitab Majmu'ul Fatawa. Kitab ini kelak menjadi rujukan penting ummat Islam.

Syeikh Ali Bin Hasan Al-Halabi Al-Ats'ari dari Arab Saudi pernah mengatakan, semua permasalahan agama Islam, baik masa sekarang maupun yang akan datang, ada dalam kitab tersebut. Seandainya ada suatu permasalahan agama tidak ditemukan dalam kitab tersebut, berarti yang lemah adalah yang membacanya/mencarinya, bukan kitabnya.

Ibnu Al-Haitsam dengan Teori Optik

Nama dua ilmuwan Barat, Fitillo dan Kepler, mungkin kerap disebut-sebut sebagai tokoh optik dunia. Begitu juga Francois Bacon, Descartes,dan Newton, akrab di telinga karena banyak dipuji-puji karyanya dalam bidang fisika.

Namun sesungguhnya ada ilmuwan Muslim yang lebih dahulu menemukan apa-apa yang telah ditemukan para ilmuwan barat tersebut. Dialah Ibnu Al-Haitsam, putra Basrah, Iraq, yang lahir pada tahun 964 M.

Yang lebih mencengangkan, teori-teori fisika tersebut ia temukan justru ketika sedang berada di balik jeruji penjara di Mesir. Selama dalam penjara ia menemukan teori tentang bagaimana mata melihat, dan sembilan hukum tentang cahaya.

Hamka dengan Tafsir Al-Azhar

Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau diknal dengan HAMKA, sesungguhnya adalah seorang jurnalis. Pria yang lahir di Kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, pada 17 Februari 1908 ini tercatat pernah menjadi wartawan di beberapa surat kabar seperti Pelita

Andalas, Seroean Islam, Bintang Islam, dan Soeara Moehammadijah. Juga menjadi editor majalah Kemadjoean Masjarakat, majalah Al-Mahdi di Makassar, Pedoman Masjarakat, Panji Masyarakat, dan Gema Islam.

Namun kepandaiannya menulis dan menafsir segala sumber ilmu justru mencapai puncaknya ketika tubuhnya terkurung di dalam jerali besi. Sebuah karya besarnya berjudul Tafsir Al-Azhar lahir dari dalam penjara. Tafsir tersebut ditulis setelah shalat lail dan Shubuh.

Karya berupa tafsir Al-Qur`an ini terdiri atas beberapa jilid dan sekarang banyak menjadi acuan pemikir Muslim karena kedalaman dan keistimewaannya membahasa persoalan akhlaq.

HAMKA dijebloskan ke penjara pada tahun 1964 sampai 1966 oleh rezim Ode Lama. Ia dituduh terlalu pro-Malaysia yang saat itu sedang dimusuhi pemerintah Soekarno.

Mohammad Natsir dengan Kapita Selekta Dakwah Partai Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia) telah membawa karir politik Mohammad Natsir mencapai puncaknya saat menjadi Perdana Menteri RI pada 1950-1951.

Namun, pemikiran-pemikiran sebagai aktivis Masyumi juga yang membawa pria kelahiran Kampung Jembatan Berukir, Alahan Panjang, Sumatera Barat, pada 17 Juli 1908 ini ke balik jeruji besi. Pasalnya, sebagai ketua umum DPP partai Islam itu, Natsir selalu

berbeda pendapat dengan Bung Karno yang sejak 1955 mulai berlaku otoriter.

Melihat ketidakadilan dan pelanggaran konstitusi yang dilakukan pemerintahan Soekarno, Natsir bergabung dengan gerakan PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera. Gerakan ini secara frontal melawan Bung Karno pada 1958.

Sayangnya PRRI berhasil ditumpas TNI atas perintah Soekarno. Natsir dan rekan
seperjuangannya ditangkap dan dipenjara. Dampaknya, Masyumi kemudian dipaksa membubarkan diri.

Saat berada dalam tahanan itulah Natsir membuat sebuah buku berjudul Kapita Selekta Da'wah. Buku tersebut menjadi salah satu pegangan para dai di Indonesia sampai sekarang.*

(Bahrul Ulum, Hidayatullah)
taken from oase (newsletter)

Tidak ada komentar: